Rasulullah berkhotbah. Setelah membaca hamdalah, beliau bersabda, “Wahai manusia, perbanyaklah mengingat si pelumat kenikmatan. Jika kalian mengingatnya pada saat sulit, ia akan melapangkan urusan sulit kalian itu. Jika kalian mengingatnya pada saat lapang, ia membuat kalian benci kelapangan itu. Kematian adalah pemutus cita – cita dan perputaran hari mendekatkan ajal. Seorang hamba berada di antara duan hari : pertama, hari yang telah lewat saat amalnya dihitung dan ia ditutup dengan amalan itu, dan kedua, hari yang tersisa, ia tidak tahu barangkali ia tidak sampai ke sana. Pada saat nyawa seorang hamba keluar dan kuburannya tiba, ia melihat balasan perbuatannya yang telah lampau dan sedikitnya kecukupan yang telah ia tinggalkan”
“Wahai manusia, dalam qana’ah, ada kecukupan. Dalam penghematan, ada bekal hidup yang cukup, dan dalam kezuhudan, ada ketenangan. Setiap amal ada balasannya, dan semua yang akan dating itu dekat.”
Sebagaimana kita baca, dalam khotbah itu, Rasulullah menyampaikan topiknya kepada seluruh kaum muslimin. Beliau menyuruh mereka agar memperbanyak mengingat si pelumat kenikmatan, yaitu kematian. Memperbanyak mengingat kematian, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah, akan membuat manusia tidak lengah, menjadikannya senantiasa zuhud di kehidupan dunia yang awalnya adalah tangisan, tengahnya adalah kesusahan, dan akhirnya adalah kemusnahan.
Allah berfirman,
“…Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (al-ankabut : 64)
Seorang manusia, sudah semestinya selalu mengingatkan dirinya akan hakikat ini, sehingga ia menganggap dirinya sebagai tamu kehidupan yang sebentar ini, juga agar ia senantiasa memiliki kesiapan matang untuk bertemu dengan Allah, dengan cara memanfaatkan setiap saat dari kehidupannya. Apabila ia sampai pada ajalnya dan tiba saat kepergiannya, ia bahagia dengan perjalanan panjang menuju Allah yang ia jalani.
Dalam satu hadits dinyatakan,
“Barangsiapa suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa benci bertemu dengan Allah, maka Allah pun benci bertemu dengannya.”
Jika seseorang memperbanyak mengingat kematian, maka ia tidak akan menjadi orang yang tamak dan bakhil. Sebaliknya, ia menjadi orang yang qana’ah dan dermawan. Pada saat yang sama ia akan melaksanakan firman Allah,
“…Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashas : 77)
Begitulah, semua terjadi karena ia mengetahui bahwa zuhud tidak seperti yang dipahami oleh sebagian orang. Bahwa zuhud adalah berkonsentrasi hanya untuk beribadah dan menjauhi pekerjaan duniawi. Sebagaimana dikatakan para ulama, “Orang zuhud bukanlah orang yang tidak memiliki harta. Orang zuhud adalah mereka yang hatinya tidak disibukkan oleh harta meskipun ia dikaruniai harta yang melimpah seperti Qarun.”
Hendaknya kita memahami segala aspek ini. Marilah kita menjadi orang – orang yang mengenal Allah. Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah memegang pundaknya lalu bersabda “Jadilah di dunia seperti orang asing atau orang yang menyeberang jalan.”
Dalam penjelasan hadits di atas, para ulama mengatakan, “Artinya adalah janganlah kamu bersandar kepada dunia. Jangan jadikan dunia sebagai tempat tinggal. Jangan anggap kamu akan tinggal kekal di sana. Jangan mengikat diri dengan dunia kecuali seperti apa yang dibawa oleh seorang asing di tempat yang bukan negerinya. Jangan sibukkan dirimu dengan apa yang tidak menyibukkan seorang asing yang ingin pergi ke keluarganya.”
Allahualam…
*Syekh Thaha Al-Afifi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar